Microsoft Word for Edu

Pelajari panduan Microsoft Word untuk Akademisi

Kegiatan

Semua kegiatan yang dilewati

Pembentukan Negara Madinah

Kajian Sejarah Peradaban Islam, tidak terlepas dari persoalan pembentukan Negara Madinah. Hal ini merupakan langkah awal untuk melihat dan mempelajari tentang Negara Madinah.

Pembentukan Negara Madinah dimulai dari diterimanya Nabi oleh penduduk Yatsrib (Madinah). Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk di kota itu. Dimulailah babak baru dalam sejarah Islam disini.

Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat, banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad memiliki kedudukan penting dalam era ini, dimana memiliki dua kekuasaan sekaligus. Pertama, bahwa Nabi adalah seorang Rasul. Kedua, Nabi juga menjadi pemimpin negara disana. Itu artinya, Nabi memegang dua jenis kekuasaan. Yakni kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.

Langkah Awal Rasulullah Saat Pembentukan Negara Madinah

Untuk melengkapi kehidupan di negara baru itu, Nabi memutuskan untuk menciptakan dasar-dasar bernegara yang penting. Ada tiga hal yang menjadi hal pokok disini, yaitu:

  1. Pembangunan masjid
  2. Persaudaraan sesama muslim (Ukhuwah Islamiyah)
  3. Hubungan dengan di luar Islam.

Pertama, pembangunan Masjid. Masjid merupakan tempat sentral pada masa itu. Dengan dibangunnya Masjid, tidak semata-mata hanya diperuntukkan sebagai tempat ibadah. Melainkan, ini juga digunakan dalam berbagai hal sosial seperti tempat bermusyawarah dalam merundingkan masalah-masalah kehidupan, mempersatukan kaum muslimin, dan bahkan pada masa Nabi, masjid juga digunakan sebagai tempat pemerintahan.

ilustrasi-masjid-pembentukan-negara-madinah

Kedua, persaudaraan muslim. Nabi membentuk persaudaraan antara kaum Muhajirin (orang-orang yang berhijrah dari Makkah ke Madinah) dan kaum Anshor (penduduk Madinah yang memilih masuk Islam). Dengan begitu, terbentuklah asumsi persaudaraan baru, tentang persaudaraan beragama, bukan hanya persaudaraan sedarah.

Ketiga, Nabi Muhammad dalam hal ini memperhatikan dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Di Madinah, terdapat juga golongan orang yang masih menganut agama nenek moyang. Selain itu, juga ada masyarakat yang beragama Yahudi.

Berkenaan dengan ini, dibuatlah sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama bagi setiap orang di luar Islam. Kebebasan beragama dijamin bagi seluruh masyarakat. Semura orang berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar (Nasution, 1985: 101). Perjanjian ini, dalam ketatanegaraan di Madina (sekarang), disebut sebagai Konstitusi Madinah.

Izin Perang Masa Awal Pembentukan Negara Madinah

Persaudaraan, Masjid yang mempersatukan umat, membuat Islam semakin kuat di Madinah. Bersamaan dengan itu pula, para musuh-musuh Islam semakin panas dan siap untuk berbuat apa saja.

Untuk menghadapi kemungkinan yang terjadi, Nabi menyiasati dengan membentuk pasukan tentara untuk menjaga keamanan negara.

Ada dua alasan, untuk diizinkannya perang dalam Islam disini, yaitu:

  1. Untuk mempertahankan diri atau melindungi sesuatu yang menjadi haknya
  2. Menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan.

Peperangan memang banyak terjadi di Madinah. Pada awal pemerintahannya, Nabi pernah melakukan ekspedisi dalam upaya membuat perangkat atau pasukan perang menjadi lebih kuat.

Perang di Masa Pembentukan Negara Madinah

Dalam sejarah, negara Madinah ini memang banyak sekali melewati masa perang. Hal ini terjadi dalam upaya mempertahankan diri dari serangan berbagai musuh. Salah satu perang yang cukup terkenal adalah Perang Badar.

Perang Badar terjadi pada 8 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. Pada saat itu, Nabi pergi ke luar kota bersama dengan 305 orang muslim lainnya yang hanya dilengkapi dengan perlengkapan sederhana.

pertemuan-nabi-dengan-kaum-quraisy-perang-badar

Hingga di daerah Badar, Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang jumlahnya lebih banyak (antara 900-1000 orang). Dalam peperangan ini, pasukan Nabi berhasil memukul mundur pasukan Quraisy.

Atas kekalahan pasukan Quraisy itu, membuat orang-orang Yahudi di sekitar madinah tidak senang. Dapat diartikan bahwa mereka memang tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang telah disepakati itu, antara mereka dengan Nabi.

Komentar