Jurnal Ilmiah dalam Kepungan Hacker: Refleksi atas Modernisasi Pendidikan Islam
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia akademik Islam mengalami percepatan digitalisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Salah satu tonggak pentingnya adalah keberadaan e-journal (dalam bahasa lebih teknis, disebut OJS), platform daring yang menjadi wadah publikasi ilmiah dan pertukaran gagasan intelektual. Namun di balik semua kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan, ada sisi rapuh yang jarang disadari, yakni keamanan digital.

Saya tidak menyangka, pengalaman itu akan menghampiri saya secara langsung.
Belum lama ini, salah satu website jurnal ilmiah yang saya kelola mengalami serangan siber. Sebuah kejadian yang mengejutkan, menegangkan, dan jujur saja, menyadarkan saya betapa rentannya sistem yang selama ini kita anggap berjalan baik-baik saja. Folder tersembunyi, file mencurigakan, dan akses yang tiba-tiba lambat menjadi tanda-tanda awal dari apa yang ternyata adalah upaya peretasan yang serius.
Dari sinilah saya mulai merefleksikan kembali arah modernisasi pendidikan Islam. Apakah kita hanya sekadar mengikuti arus digitalisasi tanpa kesiapan infrastruktur dan literasi keamanan? Apakah semangat keterbukaan akses ilmu juga harus dibarengi dengan kesiapsiagaan menjaga marwah akademik dari ancaman dunia maya?
Tulisan ini adalah kisah nyata, tentang krisis, pembelajaran, dan perenungan. Tentang bagaimana sebuah jurnal ilmiah bisa menjadi target, dan bagaimana kita seharusnya membangun kesadaran digital di tengah semangat memajukan pendidikan Islam. Mari teruskan membaca.
Ketika Mahasiswa Melaporkan Konten Negatif di Website Jurnal
Segalanya bermula dari sebuah pesan WhatsApp yang masuk di luar jam kerja. Seorang mahasiswa menghubungi saya dengan nada sopan, tapi ada kegelisahan dalam isi pesannya:

Assalamu'alaikum Pak.
Mohon maaf, tadi saya buka link website yang Bapak kirimkan dari email untuk melihat jurnal yang saya kirimkan. Tapi kenapa yang muncul tidak sesuai ya, Pak?
Saya langsung membuka link yang dimaksud. Hasilnya membuat saya terkejut. Halaman yang seharusnya menampilkan tampilan halaman Jurnal, justru mengarah pada sesuatu yang sama sekali tidak relevan (alias tampilannya berubah). Bahkan mengandung konten yang tidak pantas, bernuansa negatif, mengarah ke hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia akademik.
Malam itu juga, saya memutuskan untuk melakukan pemeriksaan lebih dalam. Saya sengaja menunggu hingga larut malam, saat lalu lintas pengunjung situs sudah minim, untuk menghindari gangguan terhadap pengguna lain dan meminimalkan risiko sistem menjadi semakin tidak stabil.
Dengan hati-hati, saya mulai menelusuri struktur penyimpanan situs. Ada beberapa hal yang langsung memunculkan tanda tanya. Saya menemukan file dan folder asing yang sebelumnya tidak pernah ada. Nama-namanya tidak familiar, dan penempatannya janggal, seolah sengaja disembunyikan dari pengelola awam.
Semakin dalam saya menelusuri, semakin jelas bahwa ini bukan sekadar gangguan sistem biasa. Situs telah dimodifikasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka menyisipkan sesuatu, kode-kode tertentu, yang memungkinkan konten tidak pantas muncul melalui jalur yang tersembunyi dari tampilan utama. Jika tidak sengaja dibuka melalui tautan tertentu, pengguna biasa mungkin tak akan menyadarinya.
Namun tetap saja, dampaknya serius. Website jurnal ilmiah yang seharusnya menjadi ruang intelektual, kini telah dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertolak belakang dengan semangat akademik. Bagi saya pribadi, ini bukan hanya soal reputasi digital, tetapi juga soal tanggung jawab moral, terutama ketika kita berbicara tentang pendidikan Islam dan integritas keilmuan.
Temuan yang Menyayat Hati di Tengah Malam
Sekitar pukul tiga dini hari, setelah hampir kehabisan tenaga menelusuri satu per satu bagian sistem, saya menemukan sesuatu yang benar-benar menyayat hati: sebuah perintah otomatis yang dijadwalkan berjalan setiap malam, tepat pukul 2.

Perintah itu diam-diam aktif di balik layar. Tidak terlihat mencolok, tidak menimbulkan notifikasi apa pun. Tapi efeknya sangat merusak. Ia dirancang untuk mengakses, memodifikasi, bahkan mengontrol seluruh struktur data website kami. Dalam istilah teknis, ini disebut cron job, sebuah penjadwalan otomatis yang bisa menjalankan skrip tertentu secara berulang.
Yang membuat saya terdiam adalah kenyataan bahwa semua itu berjalan saat saya sedang tertidur lelap. Ketika saya bermimpi tentang hari esok yang lebih baik, disaat yang sama, sistem kami sedang dipakai oleh pihak tak dikenal untuk menjalankan aksinya.
Bayangkan:
Disaat sebagian dari kita mungkin sedang beristirahat, situs yang kita kelola dengan penuh dedikasi justru sedang dimanfaatkan oleh orang asing untuk sesuatu yang merusak.
Itulah momen dimana saya benar-benar tersentak. Serangan ini bukan kebetulan. Ini adalah aksi yang terencana, tersusun rapi, dan dilancarkan dengan memanfaatkan celah kecil yang selama ini mungkin kita abaikan.
Keheningan yang Dikhianati
Tanggal 22 Juni, tepatnya dini hari pukul 1 malam, saya masih memantau sistem sambil berharap semuanya bisa segera kembali normal. Tapi harapan itu runtuh perlahan, ketika saya menyadari bahwa serangan belum selesai. Ia masih bekerja, menelusup masuk ke seluruh lapisan server, seperti sosok tak terlihat yang merayap pelan tapi pasti.

File-file asing bermunculan satu per satu, bahkan masuk ke semua sisi server. Ada yang namanya disamarkan, ada yang sengaja disembunyikan, dan semuanya muncul nyaris bersamaan.
Tidak ada yang tersisa.
Semuanya sudah dijangkau oleh skrip yang berjalan otomatis. Bahkan sebelum saya sepenuhnya menyadarinya, sistem sudah dipenuhi oleh jejak peretasan. Direktori mencurigakan, file berisi kode yang tak dikenal, dan tautan-tautan yang membawa ke konten berbahaya.
Saya duduk lama malam itu. Marah. Lelah. Tapi juga sadar, bahwa serangan ini bukan sekadar gangguan teknis. Ini adalah peringatan serius bagi siapapun yang mengelola infrastruktur digital di dunia akademik.
KITA RENTAN. SANGAT RENTAN...!
Menemukannya, Lebih Dekat dari yang Saya Kira
Setelah menelusuri jejak digital yang ditinggalkan di balik layar, saya akhirnya sampai pada titik yang membuat segalanya terasa lebih nyata, dan jujur saja, lebih menyakitkan.
Saya menemukan sumber serangan itu. Bukan dalam bentuk nama atau identitas lengkap, tapi cukup untuk mengetahui dari mana jejak itu berasal. Saya telusuri dengan hati-hati, memastikan data yang saya lihat bukan sekadar kebetulan, menganalisis lebih dari 36 ribu list data. Dan hasilnya membuat saya terdiam.

Bukan dari negara dengan reputasi serangan siber yang tinggi. Tetapi, dari tempat yang bisa jadi, tidak terlalu jauh dari ruang kerja kita sendiri, yang kalau netizen bilang “MENYALA ABANGKU..!”...
Sayangnya, kali ini yang menyala bukan semangat, tapi server kami yang terbakar pelan-pelan.
Ada rasa getir yang tak bisa dihindari. Di satu sisi, saya lega karena telah menemukan titik terang. Tapi di sisi lain, ada perasaan kecewa, bahwa serangan terhadap platform ilmiah, terhadap kerja keras akademik, justru datang dari lingkungan yang semestinya ikut menjaga dan membangun dunia keilmuan.
Saya tidak mencari siapa pelakunya, dan tidak ingin berspekulasi lebih jauh. Tapi malam itu saya belajar satu hal, bahwa:

Ancaman terhadap dunia akademik digital bisa datang dari mana saja, termasuk dari rumah kita sendiri.
Penutup
Modernisasi pendidikan Islam bukan sekadar soal digitalisasi. Ia adalah perjalanan panjang menjaga ilmu di ruang yang tak kasat mata. Tapi di balik segala kemudahan dan kecepatan itu, ada ancaman yang sering hanya kita bahas sebatas teori.
Saya pernah mendengar banyak seminar, makalah/ paper, tentang pentingnya keamanan digital. Tapi kali ini, saya mengalaminya sendiri. Dan itu berbeda. Sangat berbeda.
Serangan ini menjadi pengingat bahwa semangat menyebarkan ilmu harus disertai dengan kesadaran menjaga sistemnya. Jika kita lengah, ruang yang mestinya menjadi ladang pahala bisa berubah menjadi ladang dosa digital.
Kita tidak sedang hanya membangun situs. Kita sedang membangun kepercayaan, dan itu harus dijaga, setiap hari.